Rabu, 20 Maret 2013

Model Pembelajaran Matematika (Refleksi Pertemuan ke-5)


Model pembelajaran yang diterapkan sekolah di Australia berbeda dengan model pembelajaran tradisional yang sebagian besar masih diterapkan di Indonesia. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Adanya diskusi antara siswa, guru mendampingi dan mengarahkan, serta memberikan motivasi agar tujuan pembelajaran tercapai. Di dalam kelas juga disediakan buah segar untuk dimakan oleh siswa. Tidak hanya itu, ada pula pembelajaran di luar kelas sehingga siswa memperoleh suasana belajar yang bervariasi dan tidak membosankan. Terdapat portofolio yang digunakan untuk mencatat aktifitas siswa. Jika di Indonesia orang tua tidak diizinkan untuk mendampingi anak dalam kegiatan pembelajaran, di Australia orang tua siswa dapat datang ke kelas untuk membantu kegiatan pembelajaran siswa (anaknya).
Hermeneutics of Life Theories dapat diartikan bahwa dunia itu terdiri dari lingkaran dan garis lurus. Lingkaran apabila ditarik garis lurus keluar maka akan menjadi spiral. Setiap titik spiral mempunyai tiga komponen, yaitu rutin, mendetail, dan semakin membesar. Hal tersebut menunjukkan hakikat alam semesta atau disebut juga sebagai hakikat manusia. Metode hermeunetika adalah menerjemahkan dan diterjemahkan. Di dalam pembelajaran matematika, guru menerjemahkan siswa, dan siswa menerjemahkan matematika. Di dalam proses kegiatan pembelajaran, harus ada daya dan usaha, ataupun inisiatif dan kemandirian, serta keberanian untuk berbicara.
Menurut para ahli Realistic Mathematic, matematika untuk anak usia SD masih diperbanyak dalam konteks dunia nyata yang ada di sekitar lingkungannya. Jadi, dimulai dari matematika konkret hingga menuju tahap matematika formal. Matematika realistik membagi proses pembelajaran menjadi empat tahap, yaitu matematika konkret, model konkret, model formal, dan matematika formal. Untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam matematika yang ditujukan kepada anak kecil, digunakan model-model matematika dalam membantu anak memperoleh pemahaman. Dalam fenomena matematika, apabila siswa tidak siap mengikuti pembelajaran matematika maka akan timbul menjadi sebuah bencana. Sedangkan apabila telah mempunyai kesiapan, maka dapat menjadi sebuah hiburan. Hal ini disebabkan karena matematika adalah diri siswa itu sendiri. Pembelajaran inovatif dapat didapatkan ketika siswa dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
Ilmu itu penting. Ilmu merupakan gabungan antara logika dengan pengalaman. Dalam hal ini, logika bersifat analitik a priori, sedangkan pengalaman bersifat sintetik a posteriori. Jadi, ilmu itu sendiri merupakan sintetik a priori. Sehingga, dalam kegiatan pembelajaran matematika, guru seharusnya menjadikan siswa itu sebagai subjek serta pusat pembelajaran. Dengan begitu siswa dapat mengeksplorasi ide yang ada dalam pikirannya.
Matematika murni ada di dalam pikiran. Menurut Ebbut and Straker (1995), matematika sekolah terdiri dari mencari penelusuran pola dan hubungan, kegiatan pemecahan masalah, investigasi, dan komunikasi. Selanjutnya, dalam mengajarkan matematika, ada tahapan atau tingkatan penjelasan yang seharusnya dibuat oleh guru yakni dimulai dari dunia nyata, pembentukan skema, membangun pengetahuan, kemudian formal abstrak. Hal ini agar siswa mudah memahami dengan proses dan dapat menemukan pemecahan masalah dengan pengetahuan serta pengalamannya sendiri.
Dimanapun, kapanpun, tentang apapun dan dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar, setiap orang akan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu accountability (percaya) dan sustainability (terus). Dari wawasan yang didapat pada pertemuan kali ini, diperoleh bahwa sistem pembelajaran di negara Australia ataupun Jepang telah menerapkan sistem pembelajaran inovatif. Hal ini dapat kita ambil sebagai contoh untuk diterapkan pada sistem pembelajaran di Indonesia demi kemajuan pendidikan.

Tidak ada komentar: