Ilmu merupakan gabungan dari pikiran dan pengalaman.
Lebih lanjut, pikiran atau logika bersifat a
priori yakni dapat memikirkan, ataupun merasakan yang belum terjadi.
Sedangkan pengamatan matematika bersifat sintetik
a posteriori yang berarti tidak dapat memikirkan ketika belum terjadi
berdasarkan pengalaman. Matematika dapat menjadi ilmu ketika terjadi
penggabungan kedua sifat tersebut, sehingga bersifat sintetik a priori. Serendah-rendahnya orang yang mencari ilmu adalah
bermanfaaat bagi diri sendiri. Akan lebih tinggi derajatnya ketika ilmu yang
didapatkannya bermanfaat bagi orang lain.
Di dalam pembelajaran matematika, matematika sekolah
bersifat korespondensi, artinya cocok dengan pengamatan. Hal ini merupakan
lawan dari koherensi, yakni berdasarkan janji atau kesepakatan. Setiap siswa
mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain dalam memahami pembelajaran
matematika. Pembelajaran inovatif tidak berpatokan pada siswa pandai saja,
namun pada semua siswa dengan perbedaan tingkatan kecerdasan. Pembelajaran
inovatif mengusahakan kecerdasan di dalam diri siswa itu mampu terasah lebih
baik. Ada siswa yang berani mengungkapkan ide-idenya di depan umum. Namun ada
pula siswa yang bersifat pemalu. Untuk menghadapinya, guru haruslah terus
berusaha menemukan metode yang tepat dan diterima oleh siswa sehingga membuat
siswa nyaman dengan kegiatan pembelajaran matematika.
Di dalam pembelajaran inovatif, metode yang
digunakan tidak hanya metode diskusi saja, namun dapat menggunakan media yang
disesuaikan dengan teknologi pada zaman sekarang, seperti internet melalui blog.
Ada pula bentuk latihan, kerja pratik di laboratorium, maupun refleksi di kelas
atau di rumah. Selama ini, guru di negeri ini mengaku telah menerapkan metode
diskusi dalam pembelajaran di kelas, namun kriteria dari metode diskusi
tersebut masih belum tercapai. Hal ini karena dalam praktiknya sebagian besar
guru hanya sekedar tanya dan memberikan perintah kepada siswa untuk melakukan
sesuatu.
Kini sebagian besar siswa di dalam pembelajaran
matematika kehilangan intuisi matematikanya. Intuisi adalah pemahaman,
pengetahuan yang tidak dapat dijelaskan. Intuisi dapat didapat dengan
pengalaman, pergaulan, baik interaksi dengan lingkungan, ataupun dengan
keluarga. Intuisi tersebut ada di dalam tindakan, perkataan, pikiran, dan hati.
Di dalam matematika hal yang tidak dapat dijelaskan adalah pengertian pangkal atau
dapat dikatakan bersifat intuitif. Hal yang bersifat intuitif dapat dipahami
dengan cara memberikan contoh.
Pembelajaran akan
berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan jika diiiringi dengan suatu
metode pembelajaran yang sesuai. Selama ini, sistem pembelajaran yang digunakan
merupakan sistem pembelajaran tradisional. Untuk menciptakan sistem
pembelajaran inovatif, maka guru haruslah mempertimbangkan metode yang akan
diterapkan. Metode yang diterapkan oleh guru juga berkaitan dengan cara
berpikir. Cara berpikir dapat dibagi menjadi dua, yakni cara berpikir deduksi
dan induksi. Berikut penjabaran dari masing-masing cara berpikir tersebut:
1. Deduksi
Di dalam pembelajaran matematika murni atau formal, cara
berpikir deduksi dapat dilakukan sebagai berikut:
Pertama-tama menenetapkan definisi, kemudian membuat aksioma
yang dilanjutkan dengan pembuatan teorema baru, dan diakhiri dengan memecahkan
masalah-masalah atau soal-soal yang ada.
Di dalam kehidupan sehari-hari, deduksi sebenarnya
sangat alami. Sebagai contoh, proses pemikiran ketika pertama kali seseorang
bertemu dengan orang asing. Dalam pembelajaran matematika, dapat dikatakan cara
deduksi merupakan cara yang memproses kesan umum menuju kepada kesan khusus.
Contoh penerapannya adalah di dalam pembelajaran geometri.
2. Induksi
Berkebalikan
dengan deduksi, cara berpikir induksi adalah berusaha menyimpulkan secara umum,
yakni menyimpulkan hal kecil-kecil, atau dari kesan khusus ke kesan umum. Siswa
menentukan pola, mencari contoh kemudian menerapkan rumus ataupun menerapkan
rumus kemudian memahami contoh, merupakan bentuk dari penerapan metode induksi.
Terdapat perbedaan mendasar antara deduksi dan
induksi. Dalam rangka memahami, metode yang digunakan adalah metode deduksi.
Sedangkan dalam rangka menyimpulkan suatu hal, metode induksi yang digunakan. Namun
dalam penggunaanya, induksi dan deduksi saling sinergi.
Dalam hal pembelajaran inovatif, ketika siswa
melakukan diskusi kelompok guru sebaiknya memberikan waktu atau kesempatan
kepada siswa untuk membahas masalah yang disajikan. Ketika siswa berdiskusi
sebaiknya guru tidak memberikan ceramah. Biarkanlah siswa mempunyai waktu
sendiri untuk menentukan dan menemukan pengetahuan yang ada pada dirinya
bersama teman kelompoknya.
Metode yang sesuai akan membuat siswa merasa nyaman
dengan kegiatan pembelajaran matematika. Siswa tidak dijadikan objek
pembelajaran namun merupakan subjek pembelajaran, karena matematika tidak lain
merupakan pikiran siswa itu sendiri. Dengan begitu siswa dapat mengeksplorasi
ide-ide di dalam dirinya. Guru hendaknya memahami siswa dan mengarahkan siswa
menuju pada hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar