Rabu, 20 Maret 2013

Metode Tepat, Hasil Maksimal Tercapai (Refleksi Pertemuan ketiga)


Ilmu merupakan gabungan dari pikiran dan pengalaman. Lebih lanjut, pikiran atau logika bersifat a priori yakni dapat memikirkan, ataupun merasakan yang belum terjadi. Sedangkan pengamatan matematika bersifat sintetik a posteriori yang berarti tidak dapat memikirkan ketika belum terjadi berdasarkan pengalaman. Matematika dapat menjadi ilmu ketika terjadi penggabungan kedua sifat tersebut, sehingga bersifat sintetik a priori. Serendah-rendahnya orang yang mencari ilmu adalah bermanfaaat bagi diri sendiri. Akan lebih tinggi derajatnya ketika ilmu yang didapatkannya bermanfaat bagi orang lain.
Di dalam pembelajaran matematika, matematika sekolah bersifat korespondensi, artinya cocok dengan pengamatan. Hal ini merupakan lawan dari koherensi, yakni berdasarkan janji atau kesepakatan. Setiap siswa mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain dalam memahami pembelajaran matematika. Pembelajaran inovatif tidak berpatokan pada siswa pandai saja, namun pada semua siswa dengan perbedaan tingkatan kecerdasan. Pembelajaran inovatif mengusahakan kecerdasan di dalam diri siswa itu mampu terasah lebih baik. Ada siswa yang berani mengungkapkan ide-idenya di depan umum. Namun ada pula siswa yang bersifat pemalu. Untuk menghadapinya, guru haruslah terus berusaha menemukan metode yang tepat dan diterima oleh siswa sehingga membuat siswa nyaman dengan kegiatan pembelajaran matematika.
Di dalam pembelajaran inovatif, metode yang digunakan tidak hanya metode diskusi saja, namun dapat menggunakan media yang disesuaikan dengan teknologi pada zaman sekarang, seperti internet melalui blog. Ada pula bentuk latihan, kerja pratik di laboratorium, maupun refleksi di kelas atau di rumah. Selama ini, guru di negeri ini mengaku telah menerapkan metode diskusi dalam pembelajaran di kelas, namun kriteria dari metode diskusi tersebut masih belum tercapai. Hal ini karena dalam praktiknya sebagian besar guru hanya sekedar tanya dan memberikan perintah kepada siswa untuk melakukan sesuatu.
Kini sebagian besar siswa di dalam pembelajaran matematika kehilangan intuisi matematikanya. Intuisi adalah pemahaman, pengetahuan yang tidak dapat dijelaskan. Intuisi dapat didapat dengan pengalaman, pergaulan, baik interaksi dengan lingkungan, ataupun dengan keluarga. Intuisi tersebut ada di dalam tindakan, perkataan, pikiran, dan hati. Di dalam matematika hal yang tidak dapat dijelaskan adalah pengertian pangkal atau dapat dikatakan bersifat intuitif. Hal yang bersifat intuitif dapat dipahami dengan cara memberikan contoh.
Pembelajaran akan berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan jika diiiringi dengan suatu metode pembelajaran yang sesuai. Selama ini, sistem pembelajaran yang digunakan merupakan sistem pembelajaran tradisional. Untuk menciptakan sistem pembelajaran inovatif, maka guru haruslah mempertimbangkan metode yang akan diterapkan. Metode yang diterapkan oleh guru juga berkaitan dengan cara berpikir. Cara berpikir dapat dibagi menjadi dua, yakni cara berpikir deduksi dan induksi. Berikut penjabaran dari masing-masing cara berpikir tersebut:
1.      Deduksi
      Di dalam pembelajaran matematika murni atau formal, cara berpikir deduksi dapat dilakukan sebagai berikut:
      Pertama-tama menenetapkan definisi, kemudian membuat aksioma yang dilanjutkan dengan pembuatan teorema baru, dan diakhiri dengan memecahkan masalah-masalah atau soal-soal  yang ada.
Di dalam kehidupan sehari-hari, deduksi sebenarnya sangat alami. Sebagai contoh, proses pemikiran ketika pertama kali seseorang bertemu dengan orang asing. Dalam pembelajaran matematika, dapat dikatakan cara deduksi merupakan cara yang memproses kesan umum menuju kepada kesan khusus. Contoh penerapannya adalah di dalam pembelajaran geometri.

2.      Induksi
Berkebalikan dengan deduksi, cara berpikir induksi adalah berusaha menyimpulkan secara umum, yakni menyimpulkan hal kecil-kecil, atau dari kesan khusus ke kesan umum. Siswa menentukan pola, mencari contoh kemudian menerapkan rumus ataupun menerapkan rumus kemudian memahami contoh, merupakan bentuk dari penerapan metode induksi.
Terdapat perbedaan mendasar antara deduksi dan induksi. Dalam rangka memahami, metode yang digunakan adalah metode deduksi. Sedangkan dalam rangka menyimpulkan suatu hal, metode induksi yang digunakan. Namun dalam penggunaanya, induksi dan deduksi saling sinergi.
Dalam hal pembelajaran inovatif, ketika siswa melakukan diskusi kelompok guru sebaiknya memberikan waktu atau kesempatan kepada siswa untuk membahas masalah yang disajikan. Ketika siswa berdiskusi sebaiknya guru tidak memberikan ceramah. Biarkanlah siswa mempunyai waktu sendiri untuk menentukan dan menemukan pengetahuan yang ada pada dirinya bersama teman kelompoknya.
Metode yang sesuai akan membuat siswa merasa nyaman dengan kegiatan pembelajaran matematika. Siswa tidak dijadikan objek pembelajaran namun merupakan subjek pembelajaran, karena matematika tidak lain merupakan pikiran siswa itu sendiri. Dengan begitu siswa dapat mengeksplorasi ide-ide di dalam dirinya. Guru hendaknya memahami siswa dan mengarahkan siswa menuju pada hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Tidak ada komentar: