Hakikat matematika menurut Ebbutt
dan Straker dibagi menjadi 4 pengertian, yakni matematika adalah kegiatan
penelusuran pola atau hubungan, matematika adalah kegiatan problem solving, matematika adalah kegiatan investigasi, dan matematika
adalah komunikasi. Hal ini sejalan dengan sistem pembelajaran yang digunakan di
negara Jepang. Pembelajaran matematika kelas 2 SD di Jepang telah
menerapkannya, dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
a.
Metode yang digunakan guru adalah pembelajaran
inovatif, yaitu siswa dijadikan subjek pembelajaran matematika
b.
Siswa melakukan diskusi dan mencari pemecahan
masalah matematika dengan pengetahuan yang dimilikinya
c.
Guru mengarahkan siswa ketika diskusi agar
tujuan pembelajaran yang diinginkan tercapai
d.
Guru memberikan suatu dorongan atau motivasi
kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran
Dari beberapa indikator di atas, dapat diuraikan kembali
untuk lebih jelasnya. Di dalam kegiatan pembelajaran matematika kelas 2 SD di
Jepang, terdapat 2 guru yang saling bekerja sama menciptakan suasana belajar
yang nyaman untuk siswa. Satu guru berada di depan, dan satu guru di belakang
mengawasi kegiatan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran. Kelas dikondisikan
dengan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok
melakukan diskusi membahas masalah matematika yang diberikan oleh sang guru. Guru
memberikan lembar kerja kepada siswa. Kemudian siswa melakukan kegiatan mencari
pola pemecahan masalah matematika yang disajikan guru dengan pemahaman mereka.
Guru mengawasi kegiatan diskusi dan memberikan penjelasan ketika siswa
mendapatkan kesulitan. Di saat itu juga, guru memberikan suatu bentuk motivasi
kepada siswa agar siswa terpacu semangatnya dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
Siswa-siswa di Jepang mempunyai minat yang besar terhadap
matematika. Dalam kegiatan pembelajaran, rasa ingin tahu siswa begitu besar
terlihat dari antusias siswa ketika diskusi memecahkan masalah yang disajikan
guru. Tidak hanya itu, keberanian siswa kelas 2 SD di Jepang patut diapresiasi
karena dalam menyampaikan pendapatnya siswa tidak merasa malu ataupun takut
salah. Guru memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengemukakan pendapatnya
sehingga siswa pun aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika. Proses
kegiatan pembelajaran matematika kelas 2 SD di Jepang telah menciptakan
komunikasi dua arah antara guru dan siswa yang terjalin dengan baik. Oleh
karena itu, pembelajaran matematika yang nyaman dan menyenangkan untuk siswa
pun tercipta.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika di Indonesia, sebagian
besar guru masih menerapkan sistem pembelajaran tradisional. Siswa masih dijadikan
sebagai objek dalam pembelajaran sehingga siswa cenderung pasif. Metode diskusi
yang diterapkan guru masih belum sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Oleh
karena itu, perlu adanya perubahan ke arah yang lebih baik dengan menerapkan
ataupun mengambil contoh pembelajaran matematika di Jepang sehingga hakikat
matematika sekolah dapat terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar